Ini adalah blog-nya Galih. Tempat curhat dan nuangin segala kreativitas yang terbentuk. Mau curhat di sini juga boleh.

Saturday, December 22, 2007

Arti Seorang Ibu

Saat sedang mengedit sebuah tulisan, mata ini tiba-tiba berhenti pada sebuah paragraf.

Namun, seperti dikemukakan spiritualis abad pertengahan yang menggunakan ibu sebagai simbol jiwa manusia, ‘Seandainya manusia selamanya (seperti) seorang perawan, ia tak mungkin berbuah.’ Untuk menjadi subur, ia harus menjadi ibunda. Predikat ibunda merupakan kiasan paling luhur yang diberikan kepada jiwa. Artinya, hati ibu penuh kehangatan. Jadi dapat menjadi simbol kerinduan jiwa dan simbol kelemahlembutan hati Allah” (“Keistimewaan Perempuan sebagai Ibu”, Elias Situmorang, KOMPAS, 22 Desember 2007).

Tulisan itu kok seperti cermin apa yang telah gua alami. Jauh sebelum pesta pernikahan kami digelar, saya dan calon istri memang tak ingin cepat-cepat mempunyai momongan—tidak menunda tetapi juga tidak mau terburu-buru. Kalau dengan bahasa religiusnya, “Kami menyerahkan sepenuhnya kepada Allah.”

Entahlah, kok apa yang kami omongkan dulu itu terjadi dalam bulan-bulan awal pernikahan. Satu –dua bulan berjalan dan kami menganggapnya biasa dan “mungkin memang masih belum diberi”. Namun, begitu menginjak bulan-bulan berikutnya kami mulai sedikit cemas, bahkan kami sampai melaksanakan apa yang kami sebut “bulan madu kedua” dengan menginap berdua saja di hotel. Tetap saja hal itu belum membuahkan hasil.

Ada yang bilang kalau Tuhan belum akan memberikan momongan kepada satu pasangan jika Tuhan masih melihat dia belum bisa memercayai pasangan itu. Karena, biar bagaimanapun anak itu kan amanat atau kepercayaan yang harus dijaga. Mungkin benar juga perkataan orang itu. Sedikit buka kartu, entah kenapa tapi hingga bulan keenam (kalau tidak salah ingat), istriku seolah tak peduli dan tak menunjukkan rasa penasaran dan senang jika melihat anak-anak—anak siapa pun itu. Mungkin hal itu ditimbulkan oleh rasa sebalnya melihat tingkah polah ketiga keponakannya.

Untunglah, sifat istriku itu sedikit demi sedikit berubah. Ia sangat senang melihat anak-anak kecil, apalagi anak perempuan. “Duhhh, lucunya ya Mas,” ujarnya selalu bila melihat anak kecil. Tak hanya itu, mukanya pun bersemu merah tanda kegemasan merasukinya.

Alhamdulillah enggak lama setelah itu, tepatnya 30 Juni 2007 anak yang kami tunggu telah menampakkan jejaknya.

Tahukah, saat istriku mengungkapkan kegemasannya melihat anak-anak dan bersemu merah mukanya, saat itulah hatinya telah diselimuti kehangatan dan kerinduan akan peran sebagai seorang ibu. Ah nikmatnya.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home