Selamat Berpuasa

Dua hari telah berlalu, sepertinya sama cepatnya dengan satu tahun yang lalu. 16 September telah kembali, meski yang berbeda hanya bilangan tahun di belakangnya.

Kali ini tak ada pesta seperti yang lalu: hanya ada sejumput selamatan kecil di rumah Ibu mengiringi buka puasa yang digelar. Tak banyak yang datang dan memang sedikit yang kami undang. Jangan samakan angka 300-400 tamu yang memadati Gedung Wiladatika Cibubur setahun silam. Kini hanya keluarga tercinta, kerabat dekat tersayang, dan sahabat tak terlupa yang menemani kebahagiaan kami, tetapi itu sudah cukup membuat hati kami berbunga. Kami tahu selama ini hidup kami hanya untuk mengejar cinta mereka serta mengabadikannya.

Hari-hari kami berdua menjelang tahun kedua tak lagi dipenuhi oleh deru napas dan desah, yang tertinggal suara muntah Dhee melepaskan mual dan omelanku padanya yang kadang susah makan—“Mual, Mas,” katanya.

Ini Ramadhan kedua kami, mungkin saja ini Ramadhan kami terakhir yang berdua. Syukur kami pada-Nya karena esok Ramadhan telah ada si Kakak—sebutan kami padanya yang kini tengah menghuni rahim Dhee. Prediksi dokter Asdi yang membimbing kehamilan pertama ini: Kakak akan menikmati dunia untuk pertama kalinya akhir Februari atau awal Maret. Jadi, kami bertiga akan menyemarakkan Ramadhan berikut.

(Mmm, lama tak menulis tapi hanya ini yang bias tertuang. Mata mulai sembab membayangkan kelebatan-kelebatan episode kehidupan yang telah kami lewati bersama yang semakin subur dengan semaian cinta keluarga dan sahabat terdekat. Cinta kami untuk kalian semua)